Dwi Budiyanto
Jogja
Perlawanan akan tirani minoritas atas mayoritas terus digelorakan di Mesir, meski untuk semua itu nyawa dipertaruhkan. Ini bukan sekedar perkara politik praktis. Faktanya, perkara politik ini berimbas pada banyak hal. Lihat saja, baru sehari kepemimpinan dikudeta, pintu Rafah yang selama ini memenjara Gaza kembali ditutup rapat. Dan episode penjara terbesar dan terluas bernama Gaza kembali menghiasi kesedihan kita.
Begitu Mursi dikudeta, para aktivis dakwah ditangkap dan dipenjarakan. Mungkin jika tak disudahi kisah 30 tahun rezim Mubarak akan kembali, ketika penjara-penjara Mesir dihuni para pejuang nan salih, dan jalanan dipenuhi orang-orang salah. Maka sekali lagi, perkara politik -- yang akhirnya harus dijadikan salah satu jalan perjuangan -- perlu diupayakan dengan kesungguhan.
Hal yang sama boleh jadi terjadi di negeri kita. Perhatikan sejumlah tokoh liberal yang sekarang mencalonkan diri sebagai caleg? Mereka orang-orang ideologis. Adakah agenda mereka? Tentu saja. Daftar nama mereka bisa ditelusuri. Sayangnya kita sendiri digiring untuk bersikap apolitis. Lihatlah gerakan sistematis untuk menggulirkan LGBT (Lesbi-Gay-Bisex-Transgender) menjadi legal di negeri ini. Yang kita butuhkan adalah sinergi antara mereka yang bergerak di jalur politik dengan yang mengokohkan bangunan umat di luar medan politik; bukan malah saling menegasikan.
Menyimak Mesir seakan berkaca untuk diri kita di Indonesia. Setiap pemikiran akan diperjuangkan oleh pengusungnya. Semua kanal akan dimanfaatkan untuk memenangkannya; apakah ia pemikiran baik maupun sesat. Maka, yang ingin tegakknya kebaikan, sebaiknya terlibat
0 komentar :
Posting Komentar