Home » » [Refleksi Sumpah Pemuda] Pemuda di Mata Aleg PKS

[Refleksi Sumpah Pemuda] Pemuda di Mata Aleg PKS

Written By PKS KOTA PADANGSIDIMPUAN on Rabu, 28 Oktober 2015 | 20.54

PKS Nongsa - Wawancara dengan H. Azmi bin Rozali, S.IP., M.Si., Aktivis Mahasiswa Riau 1994-1996


Mereka Berorientasi Kekuasaan, Bukan Keilmuan!

Bagaimana pemikiran Anda tentang pemuda, dulu, sekarang dan akan datang?

Jika ada seribu orang yang bertanya kepada saya tentang kondisi pemuda saat ini, maka seribu kali pula saya menangis.  Kita mulai diskusi ini dari mahasiswa, karena mereka adalah golongan pemuda yang terdidik, dan paling pantas mendapat sorotan. Mahasiswa sekarang datang ke kampus tidak lagi untuk mengembangkan dirinya melalui kegiatan ilmiah di kampus, atau ikut dalam organisasi kemahasiswaan untuk membangkitkan potensi dirinya. Saat ini sudah terjadi pergeseran oritentasi mahasiswa. Mereka ke kampus bertujuan untuk belajar menjadi penguasa. Mahasiswa sekarang sangat berorientasi kepada kekuasaan.

Apa yang salah dengan fenomena itu?
           
Siapapun yang menyandang predikat mahasiswa, hal utama yang harus menjadi oritentasi pikirannya adalah keilmuan. Mereka harus mengisi dirinya dengan ilmu. Mengapa harus ilmu? Karena ilmu itu tidak ada batasnya. Siapapun yang mengejar ilmu pengetahuan, maka dia akan selamat. Dengan memiliki ilmu, seorang mahasiswa tidak akan banyak berbenturan dengan orang lain. Karena cakupan ilmu sangat luas, bidangnya pun sangat banyak. Sedangkan kekuasaan sangat terbatas. Ada berapa kepala daerah di Riau? Hanya belasan. Berapa anggota DPRD tingkat provinsi atau kabupaten / kota di Riau? Hanya ratusan posisi. Jika posisi yang sedikit ini diperebutkan oleh ratusan ribu pemuda, maka negeri ini menjadi negeri yang penuh dengan persaingan memperebutkan kekuasaan.

Bukankah itu suatu pertanda baik demokrasi?
           
Ketika pertama kali demokrasi dipraktekkan di Athena, Anda tahu apa yang terjadi? Pemerintahan kota itu bubar, karena tidak mampu menampung perbedaan pendapat. Walaupun sekarang ini pelaksanaan demokrasi ditingkat lokal sudah diatur dalam perundang-undangan, namun saya merisaukan kondisi dimana ratusan ribu orang harus berebut kekuasaan yang hanya berjumlah ratusan posisi. Sementara itu ada lahan kosong, yaitu keilmuan yang tidak digarap sama sekali. Ini sebuah kondisi yang sungguh ironis.

Pemuda sekarang lebih banyak manja, tergerus dalam era globalisasi dan terjebak dalam pergaulan bebas dan narkoba, bagaimana harus menyikapinya?
           
Saya melihat sebuah paradoks yang sangat mencolok. Saat ini, jangankan pemuda, anak-anak pun sudah kenal dekat dengan internet. Tapi pertanyaannya: berapa orang dari mereka yang punya teman di negara lain atau benua lain? Barangkali saat ini, dari 100 orang pemuda, mungkin hanya 1 orang yang tidak punya akun di situs media sosial, baik Facebook, Twitter, Instagram, Skype, dan lain-lainnya. Tapi semua itu belum memberikan nilai tambah bagi mereka. Padahal saat ini melalui media sosial, kita bisa punya teman dan berbicara secara gratis dengan seseorang di negara lain yang jauh, seperti London, Ukraina, Rusia, Yaman, India, Pakistan dan sebagainya. Yang terjadi adalah sebaliknya, anak-anak muda menggunakan internet hanya untuk sesuatu yang bersifat rendah, seperti pacaran, pergaulan bebas. Saya rasa ini sesuatu yang harus diluruskan kembali.

Filter diri pemuda saat ini sangat rapuh, bagaimana Anda memandang fenomena ini? Dan mengapa bisa demikian?
           
Untuk memahami fenomena ini kita harus melihat nilai-nilai apa yang dipegang oleh para pemuda kita. Nilai adalah seperangkat norma yang menjadi pegangan dan panduan oleh semua orang di sebuah masyarakat. Nilai-nilai luhur yang diwariskan oleh nenek moyang kita adalah kejujuran, tanggungjawab, kerjasama, peduli sesama dan keadilan. Namun oleh karena kebanyakan menonton siaran televisi swasta yang sarat dengan iklan konsumtif dan sinetron tak berkualitas, saat ini sudah terjadi pergeseran nilai-nilai di kalangan anak muda, dimana melalui sinetron, anak-anak dan pemuda kita sudah ditunjukkan bagaimana caranya pacaran, bagaimana cara melawan orangtua, berkelahi dengan teman, dan bahkan bagaimana caranya membunuh. Semua hal-hal buruk sekarang dapat ditonton secara bebas di televisi. Saat ini sudah banyak yang sepakat bahwa televisi adalah media yang paling merusak nilai-nilai luhur di masyarakat kita.

Sebagai mantan aktivis, apakah Anda risau dengan kondisi pemuda saat ini?  Dan bagaimana harus mengatasinya.
         
Kondisi pemuda kita saat ini memang sudah masuk dalam kategori sangat merisaukan. Ibarat orang sakit, ya harus masuk ruang ICU. Harus ada langkah-langkah strategis untuk menyelamatkan iklim dan semangat kepemudaan. Jika hal itu tidak dilaksanakan, maka kita akan kehilangan satu generasi. Jika itu terjadi, maka masa depan kita sebagai sebuah bangsa benar-benar berada dalam ancaman, yaitu ancaman ketidakpastian akan masa depan. Padahal semua kita sepakat bahwa masa depan bangsa ini terletak di tangan pemuda. Sementara itu, saya berharap agar siapa saja yang berstatus sebagai mahasiswa mengerti dan memahami peran sejarahnya.

Apa sesungguhnya peran sejarah mahasiswa?

Peran mahasiswa itu seperti koboi dalam film-film. Sehari-hari mereka sibuk dengan urusan  meningkatkan kemampuan diri, belajar dan menambah ilmu dan pengetahuan. Bila terjadi sesuatu di masyarakat, mereka akan tinggalkan bangku kuliah sebentar, untuk memperbaiki keadaan. Mereka datang menunggang kuda, ramai-ramai, dari sebuah horizon yang jauh untuk membantu menyelesaikan masalah masyarakat. Apabila urusannya sudah selesai dan keadilan sudah ditegakkan, mereka kembali lagi ke horizon yang jauh itu. Begitulah mahasiswa seharusnya.

Apakah dalam pandangan Anda, pemuda hari ini sudah berubah dibandingkan dengan pemuda sebelumnya?
           
Sudah berubah! Karena orientasinya juga sudah berubah. Masih di bangku kuliah mereka sudah tergila-gila dengan kekuasaan. Mereka membuat sebutan-sebutan yang sangat berorientasi pada kekuasaan, seperti presiden mahasiswa, menteri mahasiswa, gubernur dan bupati, untuk jabatan-jabatan lembaga kemahasiswaan internal kampus. Bahkan untuk memperebutkan itu, mereka rela berkelahi dan membuat kerusuhan. Ini fenomena apa kalau bukan sesuatu yang sudah berubah? Mengapa mereka tidak berlomba-lomba melakukan penelitian ilmiah, mencari solusi atas permasalahan masyarakat secara ilmiah. Mencari tahu mengapa tingkat korupsi sangat tinggi di birokrasi pemerintahan atau mencari tahu mengapa siswa-siswa sekolah banyak yang terlibat narkoba.

Tongkat estafet bangsa ini akan berada di tangan pemuda. Apakah yang harus dilakukan pemuda agar dapat menjadi pemegang estafet itu?
           
Mereka harus kembali kepada jati dirinya sebagai anak manusia ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Mereka harus menginstal dan mengaktifkan sifat-sifat baik yang berasal dari Tuhan itu sebagai pedoman dalam bertingkah laku sehari-hari. Sifat baik itu adalah kejujuran, keberanian, keadilan, tanggungjawab, peduli sesama, suka menolong orang lain, memiliki kapabilitas atau berkemampuan. Karena saat ini sudah terbukti, sifat-sifat itulah yang dapat membawa seseorang kepada keberhasilan. Jika Anda jujur, orang Eropa pun akan menerima Anda, asal Anda bisa berkomunikasi dengan bahasa mereka. Pemuda saat ini sangat memprihatinkan kemampuan berkomunikasinya, terutama dengan orang asing.

Dimana letak perbedaan pemuda dulu dan sekarang?
           
Perbedaannya terletak pada titik perhatian dan minat. Pemuda dulu, memang saya akui, ada juga yang berorientasi kekuasaan, tapi tidak banyak. Lebih banyak yang berminat menekuni keilmuannya sesuai bidang masing-masing. Lagi pula orang kuliah kan untuk mencari ilmu dan mengembangkan kemampuan diri melalui kampus yang menyediakan banyak unit-unit kegiatan mahasiswa. Bukan untuk mengejar kekuasaan walaupun itu kekuasaan kecil yang mereka buat-buat sendiri. Anda tahu sekarang apa dampak dari nafsu berebut kekuasaan itu? Sekarang ini, pemuda-pemuda kita berlomba-lomba ikut memperebutkan jabatan kepala desa, sesuatu yang seharusnya menjadi urusan orang desa yang memiliki usia cukup matang untuk menjadi penghulu atau kepala desa. Penghulu itu kan bermakna orang yang berada di hulu, maksudnya orang-orang yang bijaksana dan didahulukan. Sekarang jabatan kepala desa malah diperebutkan oleh orang-orang berusia muda, bahkan yang belum mengenal kebijaksanaan.      

Bagaimana peran pemerintah selama ini terhadap pemuda?
           
Pemerintah baru sebatas mengelola sektor makro, seperti menyediakan infrastruktur seperti gedung pemuda, dana, kampus serta perlengkapannya. Namun untuk pengembangan karakter pemuda dan mahasiswa, diperlukan program-program yang dapat membentuk karakter dan kepribadian mereka. Saya pikir hal ini harus dirumuskan bersama antara pemerintah yang memegang kendali wewenang dengan perwakilan para pemuda sendiri. Saya rasa, setelah berikrar satu bangsa, satu tanah air dan satu bahasa, pemuda harus mengikrarkan kesatuan karakter atau kepribadian, sehingga seluruh pemuda akan berpedoman kepada karakter tersebut.

Bagaimana seharusnya pemerintah berperan dalam membina generasi muda?

Pemerintah harus membantu para pemuda untuk menemukan jati dirinya. Berikan mereka program-program yang dapat membantu pemuda menemukan karakter dirinya. Jika pemuda-pemudi kita sudah mengenal diri dan karakter kepribadiannya, maka karakter bangsa kita ratusan tahun yang akan datang dapat kita lihat sekarang.

Pemuda sekarang sangat acuh terhadap persoalan-persoalan sosial yang ada di masyarakat. Apa tanggapan Anda?
           
Itu merupakan dampak nyata dari miss-orientasi seperti saya paparkan di atas. Mereka memang tidak peduli lagi dengan masyarakat, karena sibuk mengejar-ngejar sesuatu yang absurd. Absurd itu segala sesuatu yang tak bermakna. Tidak ada nilainya! Bagi saya memang tidak ada artinya mengejar jabatan presiden mahasiswa, gubernur mahasiswa, bupati mahasiswa, camat mahasiswa� bahkan mungkin kades mahasiswa atau pun RT mahasiswa. Saya sudah lama mengkritik nomenklatur ini, tapi tidak satu pun mahasiswa yang mau saya ajak berdebat.

Apa saran dan harapan Anda terhadap pemuda saat ini dan di masa hadapan?

Besar harapan saya agar pemuda-pemudi bercermin pada kisah Nabi Musa, ketika dia dalam pelarian ke negeri Madyan, setelah tersilap membunuh seseorang di Mesir. Setelah membantu putri Nabi Syu�aib memberi minum ternaknya, dia berdoa mohon kebaikan kepada Allah. Maka salah seorang putri Nabi Syu�aib itu berkata, �Ayah, mengapa tidak engkau ambil pemuda itu bekerja untuk kita. Sebaik-baik orang yang dapat kita jadikan sebagai pekerja adalah orang yang kuat dan dapat dipercaya.�  Ya, inilah pedoman Alquran untuk pemuda-pemuda yang ingin sukses: harus kuat (berkemampuan) dan dapat dipercaya (jujur). ***




Salurkan donasi anda untuk membantu rakyat Palestina melalui rekening BSM Nomor: 701 723 4204 a.n: KNRP Kepulauan Riau

Bagi yang ingin mengirim berita, tulisan/artikel bisa langsung ke e-mail: [email protected]

Untuk kemudahan akses informasi dari pksnongsa download aplikasi Android dan Blackberry


Share this article :

0 komentar :

Posting Komentar



 
Support : Link | Link | Your Link
Copyright © 2017. DPD PKS KOTA PADANGSIDIMPUAN - All Rights Reserved