Home » » "Geliat Partai Dakwah Memasuki Ranah Kekuasaan"

"Geliat Partai Dakwah Memasuki Ranah Kekuasaan"

Written By PKS KOTA PADANGSIDIMPUAN on Selasa, 05 November 2013 | 09.52

Dakwah Islam sesungguhnya tidak pernah jauh dari kekuasaan, apalagi apatis. Secara langsung atau tidak, dakwah pasti berinteraksi dengan kekuasaan. Itulah salah satu pokok pikiran yang ditekankan oleh Hepi Andi Bastoni, pakar Sejarah Islam, dalam kajian Bedah Buku "Geliat Partai Dakwah 1: Memasuki Ranah Kekuasaan" di Aula Masjid Al-Ghifari, Bogor, pada hari Sabtu, 2 November 2013 yang lalu.
Jenis interaksi yang pertama, menurut Hepi, adalah oposisi. Hal ini dicontohkan, misalnya oleh Nabi Musa as. "Nabi Musa as berhadapan langsung dengan penguasa absolut pada masa itu, yaitu Fir'aun. Bukan hanya mengkritisi, tapi bahkan terang-terangan menjatuhkan Fir'aun. Inilah contoh oposisi, sebagaimana dicontohkan oleh Nabi Musa as," ujar Hepi.
Contoh Nabi lain yang pernah beroposisi dengan penguasa pada masanya adalah Nabi Ibrahim as. Begitu kerasnya penentangan dari sang penguasa sehingga Nabi Ibrahim as hendak dibakar hidup-hidup.
Meski demikian, oposisi juga bukan harga mati. Ada juga Nabi yang berkoalisi dengan penguasa, misalnya Nabi Yusuf as. "Nabi Yusuf as berkoalisi dengan Raja Mesir. Beliau memegang jabatan semacam Menteri Perekonomian di Mesir, sedangkan penguasanya tetaplah Sang Raja. Yang pasti, dengan memegang amanah tersebut, Nabi Yusuf as dapat memberikan banyak kemaslahatan bagi rakyatnya," kata sang penulis yang sudah melahirkan 50 judul buku ini.
Selain beroposisi dan berkoalisi ada juga Nabi yang berkuasa penuh pada jamannya, contohnya adalah Nabi Sulaiman as. "Nabi Sulaiman as adalah Nabi yang merangkap penguasa negara. Kekuasaannya begitu luas dan perkasa, sehingga ia bisa mendakwahi negeri tetangga seperti Negeri Saba'," ungkap Hepi.
Nabi-nabi lainnya, meski tidak secara langsung berinteraksi dengan kekuasaan, namun dakwahnya tetap mempengaruhi kekuasaan. Banyak Nabi yang seruan dakwahnya kerap dianggap sebagai ancaman di mata para penguasa.
Ada pula Nabi yang mengalami ketiga fase di atas, yaitu Nabi Muhammad saw. "Nabi Muhammad saw menjadi oposisi kekuasaan ketika berdakwah di Mekkah, berkoalisi di Madinah, dan berkuasa sepenuhnya sejak terjadinya Fathu Makkah," kata Hepi.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa dakwah para da'i di masa kini pun tidak mungkin selamanya menghindari interaksi dengan kekuasaan. Sudah semestinya jabatan-jabatan strategis di pemerintahan diisi oleh para da'i yang kompeten di bidang-bidang tersebut. Meskipun, tentu saja, jabatan semacam itu sesungguhnya merupakan sesuatu yang tidak diinginkan oleh para da'i.
Hepi yang juga diajukan sebagai caleg DPRD Kota Bogor pada Pileg 2014 mendatang oleh FPKS mengatakan bahwa di partainya pun banyak sekali caleg yang tidak suka dicalonkan. Ia sendiri sempat menyampaikan keberatan secara tertulis berlembar-lembar, namun keberatannya ditolak dan namanya tetap dicantumkan sebagai caleg. Ada pula da'i yang menyatakan siap infaq dalam jumlah besar asalkan tidak dijadikan caleg. Padahal, umumnya orang beranggapan bahwa banyak orang yang mau menyetor dana besar-besaran demi menjadi caleg.
"Para da'i menganggap politik sebagai bagian dari dakwah, dan jabatan adalah amanah. Oleh karena itu, mereka tidak memperebutkannya," demikian pungkas Hepi.


*http://www.islamedia.web.id/2013/11/hepi-andi-bastoni-politik-bagian-dari.html
Share this article :

0 komentar :

Posting Komentar



 
Support : Link | Link | Your Link
Copyright © 2017. DPD PKS KOTA PADANGSIDIMPUAN - All Rights Reserved