Suami-suami makin sulit menghormati pengorbanan istrinya. Dianggapnya biasa. Doa istri, pengorbanan, penghormatan, penyiapan, pembelaan, dan semua yang dari istrinya dianggap biasa. Sulit untuk menghargai dan menghormati.
Giliran dapat sedikit senyum dari perempuan lain, penghargaannya setinggi langit. Kepribadiaannya menarik, katanya. Sikapnya istimewa, katanya.
Istri-istri juga tak jauh beda. Pengorbanan, penyesuaian, toleransi, dan permakluman suami dianggap sepi. Biasa.
Giliran ada laki-laki lain bersikap agak gentlemen, mengirim kalimat berlipat-lipat tak jelas, atau cerita inspiratif yang bahkan tak dimengerti oleh sang pengirimnya, hati perempuan sudah berbunga-bunga.
Makin dekat, makin rapat, makin pengap, dan makin tak mudah untuk hormat.
Keterlibatan saudara, kerabat, tetangga dekat, dan karib sahabat juga kerap diremehkan.
Makin dekat, makin tak hormat.
Teman seperjuangan, teman diskusi, teman sejalan, atau kawan lainnya juga. Karyanya tak diapresiasi, celanya tak pernah dimaafkan. Tuntutan profesionalisme, katanya.
Giliran dipuji pihak seberang, dipuja pihak lawan, atau sekedar disapa sambil lalu, sudah meledak itu dada. Pengakuan pihak ketiga, katanya.
Memang tak mudah untuk menghormati yang dekat. Memang sulit untuk lega, rela, dan ridho pada yang dekat. Makin dekat, salah-salah, makin pengap.
Anak tak hormat pada orangtua, istri tak cukup dengan hal suami, suami tak ridho pada perihal istri, kawan cuma cerita tentang cela, dan orang-orang terdekat cuma cerita tentang cela dan kecewa.
Berhati-hatilah. Karena banyak yang terjerembab karena tak hormat pada yang dekat.
Makin dekat, makin butuh kecerdasan, makin butuh kesadaran, juga kesabaran, dan juga agak banyak petunjukNya.
Berhati-hati dan teruslah memohon.
Jakarta, 11 Desember 2015
-Eko Novianto-
Sumber: https://www.facebook.com/notes/eko-novianto/makin-dekat-makin-tak-hormat/1014223178624605
0 komentar :
Posting Komentar